Perpisahan : Kehilangan atau Kenangan ?


Experience is the best teacher. Ya, benar sekali, pengalaman adalah guru terbaik dalam hidup. Setiap detik perjalanan hidup yang telah kita lalui selalu memberikan pelajaran berharga bagi orang-orang yang mau memikirkannya. Tantangan ODOP minggu ini adalah tentang pengalaman paling berkesan dalam hidup. Hemh, susah juga sebenarnya kalau saya harus disuruh memilih pengalaman mana yang paling berkesan dalam hidup. Karena semua peristiwa dalam hidup saya selalu berkesan. Setidaknya selalu ada hikmah yang patut diambil sebagai pelajaran, atau kisah-kisah yang menarik untuk dikenang. Tapi tugas tetaplah tugas, harus coba menulis dulu sebelum menyebutkan kata 'susah'. (Hihihi optimis mode on 😊)

 Dari kecil saya adalah orang yang takut 'sendiri'. Walaupun sampai saat ini masih sendiri (jiahaha malah pamer kejombloan 😜) Maksudnya saya suka kebersamaan, dan paling anti dengan kata perpisahan. Tapi, Tuhan menciptakan kehidupan di dunia ini serba lengkap. Saling berpasang-pasangan. Jika ada pertemuan, tentu kelak akan diakhiri dengan perpisahan. Saya mulai menyadari bahwa perpisahan merupakan hal yang menyedihkan sejak usia lima tahun. Sebuah peristiwa besar yang susah untuk dilupakan. Dan mengenangnya, bagai membuka kembali ingatan masa lalu.

Sore itu menjelang maghrib, tubuh kecilku terselip di antara orang-orang dewasa yang berdiri mengelilingi ranjang besar dan klassik. Di atas ranjang itu berbaring tubuh renta nenekku. Bapakku sibuk berkomat-kamit sambil menggenggam jemari nenek. Pakdhe, Budhe, dan Bulikku menatap nenek dengan pandangan iba. Sebagian sudah mengeluarkan air mata. Sebagai bocah TK 'nol kecil', aku tak begitu memahami apa yang sebenarnya terjadi. Yang aku tahu setelah itu salah satu Budheku menangis sambil berteriak-teriak "Emak... Emak... Ya Allah". Ya, bapak dan keenam saudara kandungnya memanggil nenek dengan sebutan 'emak'.

Setelah itu ibu menyuruhku keluar dari kamar nenek. Beberapa saat kemudian rumah nenek sudah ramai orang. Hampir penuh. Beberapa tetangga datang dengan membawa beras yang diletak di sebuah baskom kecil. Sampai malam rumah nenek tak kunjung sepi. Semakin ramai malah, beberapa orang khusyuk mengaji. Di dapur pun tak kalah ramai, ibu-ibu tetangga kanan kiri rumah nenek sibuk membantu menyiapkan hidangan untuk tahlilan yang akan digelar ba'da Isya' nanti.

Akhirnya aku paham satu hal. Hari itu nenek telah pergi meninggalkan kami. Beberapa tahun kemudian, saat aku telah memasuki SD, ibu menjelaskan banyak hal tentang proses kematian seseorang. Tentang komat kamit bapak yang saat itu membantu nenek mengucap Laailaahaillallah. Tentang air mata Budheku. Tentang proses memandikan jenazah wanita, dan banyak lagi. Ibuku bukan orang berpendidikan tinggi. Tapi beliau cukup paham ilmu-ilmu begini. Ilmu yang didapatkannya dari pengalaman hidup.

Peristiwa ini (menyaksikan proses meninggalnya nenek) sudah berlalu 18 tahun silam. Sejak itu memori otakku seperti sudah menginstal sebuah pemahaman baru. Bahwa sebuah perpisahan selalu dekat dengan kata kehilangan. Entah mengapa aku jadi begitu sensitif dengan kata perpisahan.
Kadang aku berpikir, mengapa acara perpisahan kelulusan di sekolah-sekolah selalu dirayakan dengan meriah? Pembacaan puisi, menyanyi, tarian-tarian tradisional dan modern, bahkan penampilan grup band terkenal.

Aku melihatnya seperti sebuah paradoks utuh. Di satu sisi orang-orang ditunjukkan kemeriahan, namun disisi lain ada beberapa murid yang merasa begitu teriris hatinya karena tak lama lagi, ia akan kehilangan kebersamaan bersama teman-teman dan gurunya disini. Mungkin diriku pernah mengalami apa yang dirasakan murid-murid itu.

Semakin aku dewasa, semakin banyak lagi momen-momen perpisahan yang harus kuhadapi. Puncaknya adalah akhir 2012 silam. Ketika aku memutuskan untuk merantau ke Malaysia. Berpisah dengan ayah, ibu, dan adik-adikku tentu bukan hal yang mudah. 19 tahun aku hidup dan membesar bersama mereka. Butuh waktu berhari-hari untuk membuat aku terbiasa hidup jauh dari mereka.

"Merantaulah, kau akan dapati pengganti dari orang-orang yang kau tinggalkan." Nasehat Imam Syafi'i itu sungguh benar. Tiga tahun hidup di Melaka, telah kutemukan keluarga kedua disini. Teman-teman sesama perantau yang saling menyayangi, saling berbagi, dan begitu peduli, bahkan melebihi saudara kandung sendiri. Ya, merekalah keluarga yang dikirim Tuhan untukku. Sebagai ganti keluarga kandung yang jauh di negeri seberang.

Namun hidup adalah sebuah perjalanan panjang yang terkadang susah dipahami. Setelah merantau pun kata 'perpisahan' ternyata masih senantiasa menghampiri. Berkali-kali aku harus rela berpisah dengan satu persatu sahabatku yang sudah berakhir masa kontraknya disini. Ketika tiba masanya mereka harus pulang kampung. Meninggalkanku disini. Sedih pasti. Rasanya sama seperti kehilangan keluarga sendiri.

Rangkaian pengalaman hidup itu akhirnya membuatku mengerti satu kesimpulan penting. Bahwa perpisahan bukanlah sesuatu yang perlu ditakuti. Perpisahan adalah sebuah momen penting dalam hidup, yang siap tidak siap harus kuhadapi. Bukankah kelak kita akan berpisah dengan dunia ini? Menuju alam yang abadi? Hei, bahkan kita harus berpisah dengan jasad kita sendiri bukan? Suatu hari nanti bila tiba masanya jasad kita akan tetap berada di dasar bumi. Sedangkan roh kita akan menghadap Sang Maha Pencipta, mempertanggungjawabkan semua
perbuatan selama hidup di dunia.

Ilustration by google image




#OneDayOnePost
#KeepWriting
#TantanganMingguKe-4
#HariKe-16

Komentar

  1. aku juga merantau, tapi masih di Indonesia..hehhee

    BalasHapus
  2. aku juga merantau, tapi masih di Indonesia..hehhee

    BalasHapus
  3. Aku juga merantau...
    Sedih klo ngomongi perpisahan

    BalasHapus
  4. Yah, aku bukan perantau...
    Tapi soal perpisahan, aku juga ada di sisi Ayahku saat terakhir kali, rasanya melebihi kata sedih...

    BalasHapus
  5. Saya suka diksi yang "tubub mungilku terselip diantara tubuh orang2 dewasa."

    Keren..

    Semoga kita kelak dipanggil Allah dalam sebaik2 keadaan..

    BalasHapus
  6. Perpisahan? Penutup sebuah pertemuan. Apa pun bentuknya selalu menyesakkan dada.

    BalasHapus
  7. Aku selalu kagum dengan perantau

    BalasHapus
  8. Aku bsa merasakan bgaimana rasanya hrs berpisah berkali-kali..

    Keren tulisannya :)

    BalasHapus
  9. Aku bsa merasakan bgaimana rasanya hrs berpisah berkali-kali..

    Keren tulisannya :)

    BalasHapus
  10. Selalu ada perpisahan dalam setiap pertemuan

    BalasHapus
  11. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tugas Mind map dan Outline (Ide 1)

Masih Rajin Menulis Diary? Kenapa Tidak!

Cincin Untuk Dilla (Bag 6)