Bidadari, Apakah Selalu Cantik?


Buku lama adalah buku baru bagi mereka yang belum membacanya.(Samuel Butler). Ya, ini bukan novel keluaran terbaru. Novel best seller ini mulai cetakan pertama pada tahun 2008. Tapi saya baru berkesempatan membacanya pada akhir 2011. Karena tugas ODOP minggu ini adalah tentang buku terbaik yang pernah kita baca, maka saya sangat antusias mengupas sedikit tentang novel ini. Benar, ada banyak buku keren dan luar biasa yang telah saya baca. Tapi, jika kalian bertanya novel apa yang paling mengispirasi hidupmu? maka saya akan meletakkan novel ini pada urutan teratas.

Bidadari-Bidadari Surga. Apa yang ada di pikiran kalian ketika membaca judulnya? Kisah cinta islami? Seorang gadis sholeha? Cantik, santun, anggun, dan membesar di lingkungan pesantren? Seperti kebanyakan novel romance religi yang lain? Itu adalah gambaran saya saat membaca judul novel ini. Tapi kawan, ternyata semua bayangan saya tentang novel ini salah besar.

Novel ini berhasil membahas kecantikan dari sudut pandang yang berbeda. Adalah Laisa, Sulung dari lima bersaudara yatim yang hidup di sebuah kampung yang indah bernama lembah Lahambay. Babak (ayah) mereka telah meninggal diterkam harimau gunung Kendeng saat Laisa, Dalimunte, Ikanuri & Wibisana masih sangat kecil. Bahkan Yashinta masih dalam kandungan.

"Babak pergi dulu Lais, jaga adik-adikmu". Kak Laisa mengangguk mantap. Itulah kalimat terakhir dari Babak sebelum pergi mencari kumbang di hutan. Yang kemudian esok paginya, Babak ditemukan sudah tak bernyawa dengan muka robek-robek tak berbentuk. Anggukan laisa itu bukan sekedar anggukan bocah kecil. Ia sempurna 'menjaga' keempat adiknya. Janjinya, bagaikan janji matahari. Tak pernah lelah menyinari. Tak pernah terlambat sedikit pun.

Kak Laisa yang baru kelas 4 SD memutuskan untuk berhenti sekolah. Ia sadar betul mamak tidak punya banyak uang untuk menyekolahkan kelima anaknya sekaligus. Maka, sejak itu hidup Laisa hanya dipenuhi kata kerja keras, kerja keras. Bangun pukul empat pagi. Memasak gula aren, membantu mamak di ladang, bekerja keras dari hari masih gelap, hingga gelap mendekap semesta kembali.

Baginya, hidup adalah pengorbanan. Bahkan ia rela mengorbankan nyawanya sekalipun demi menyelamatkan Ikanuri dan Wibisana dari terkaman harimau. Membaca adegan ini sungguh mencabik-cabik sanubari. Beruntung, entah karena insting apa, harimau itu mundur. Urung menerkam Laisa. Serapuh apapun hatinya, Laisa tidak akan pernah menangis di depan adik-adiknya. Saat itu, kakinya sakit setengah mati. Mata kakinya bergeser akibat menghantam tunggul batu di tengah kegelapan malam, saat hujan deras sekali, ketika ia berusaha memanggil mahasiswa KKN di kampung atas untuk menyelamatkan Yashinta yang hampir sekarat. (Tidak ada dokter di lembah itu). Maka menagislah Laisa sambil memegangi lututnya. Demi menyadari Dalimunte melihatnya, Laisa mendelik mengusir Dalimunte. "Tinggalkan Kakak sendiri, aku baik-baik saja" Sejak itu Dalimunte akhirnya sadar. Kak Laisa tidak akan menangis di depan adik-adiknya.

Masa kecil yang penuh perjuangan, jalan hidup yang berliku itu akhirnya mengantarkan keempat adiknya sukses di bidangnya masing-masing. Dalimunte sukses sebagai profesor terkenal. Ikanuri & Wibisana yang dulu digambarkan sebagai sigung nakal, kini sibuk dengan bisnis bengkel mobilnya di kota. Dan Yashinta, bungsu manis di keluarga itu kini sukses di bidang konservasi alam.

Ketika akhirnya kehidupan mereka semakin membaik bersama dengan meluasnya kebun strawberry Kak Laisa. Ketika adik-adiknya sukses dalam urusan karir dan percintaan. Ternyata ada satu masalah besar. Jodoh. Urusan mencari jodoh bagi kak Laisa tidak pernah mudah. Bagaimana bisa mudah jika fisik kak Laisa digambarkan sebagai perempuan gemuk, gempal, pendek, rambut gimbal, dengan kulit hitam terbakar matahari. Sedangkan adik-adiknya tumbuh dengan fisik rupawan. Tinggi besar, gagah, kulit putih bersih. Mengapa fisik mereka begitu berbeda? Ternyata Laisa hanya anak tiri dalam keluarga itu. Dan Laisa tahu betul fakta itu.

Bayangkan? Dengan segala pengorbanannya untuk adik-adiknya ternyata ia tidak ada hubungan darah sedikitpun dengan mereka. Ditolak laki-laki secara halus dan kasar, hampir menjadi istri kedua, hampir tertipu laki-laki 'jahat'. Semua fakta itu tidak pernah membuat Kak Laisa mengeluhkan hidup. Ia tetap semangat bekerja keras, berbuat baik pada tetangga, bermanfaat untuk sekitar. Juga beribadah. "Dua rakaat sebelum shubuh lebih baik dari pada dunia dan seisinya." Begitu nasihatnya kepada adik-adiknya.

Tidak hanya menyembunyikan tangisan, kak Laisa juga menyembunyikan penyakitnya dari adik-adiknya. Kanker paru-paru stadium 4. Hingga terkirimlah 203 karakter sms yang menjadi pembuka novel ini.

Saya benar-benar menikmati gaya bercerita Tere Liye dengan alur maju mundurnya. Deskripsi tentang keindahan lembah lahambay, tentang kisah harimau gunung Kendeng,membuat kita seolah-olah berada disana. Untuk kalian yang belum pernah membacanya, tidak ada salahnya menjadikan novel ini sebagai peneman waktu luang anda. Untuk kalian yang sudah pernah membacanya tidak ada salahnya untuk merenungkan kembali pesan-pesan novel ini. Tentang makna kecantikan yang sesungguhnya, tentang kerja keras dan pengorbanan, tentang keihklasan kita pada takdir hidup, dan tentang kematian yang pasti akan datang. Bacalah dengan hati. Dan jangan lupa siapkan tissu sekotak disampingmu 😭

Sumber gambar by google image

Dan sungguh di surga ada bidadari-bidadari bermata jeli (QS Al-Waqiah: 22),
Pelupuk mata bidadari-bidadari itu selalu berkedip-kedip bagaikan sayap burung indah. Mereka baik lagi cantik jelita (QS Ar-Rahman: 70),
Bidadari-bidadari surga, seolah-olah adalah telur yang tersimpan dengan baik (QS Ash-Shaffat: 49).


#OneDayOnePost.
#HariKeTigaBelas.
#KeepWriting.

Komentar

  1. aku baca berkali kali...dan selalu terharu...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mba Lisa.
      Sy seperti mendapat charge semangat setelah mengenang kisah ini.
      Hmmh, harus ttp semangat demi adik-adik di Kampung 😭

      Hapus
  2. aku baca berkali kali...dan selalu terharu...

    BalasHapus
  3. Buku maupun filmnya sama2 keren.. dan baca tulisan mbak deasy tentang buku itu bikin aku merinding.. semangatt mbak deasy..😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tapi sy lebih suka novelnya mba dari pada filmnya.

      Terima kasih mba Sasmitha.
      Semangat juga untuk mba 😍

      Hapus
    2. Tapi sy lebih suka novelnya mba dari pada filmnya.

      Terima kasih mba Sasmitha.
      Semangat juga untuk mba 😍

      Hapus
  4. Ini buku emang beneran keren, Mbak. Aku serasa diajak menikmati keindahan Lembah Lahambay. Dan benar-benar tersayat menyaksikan setiap jalan hidup Kak Laisa.

    Aku tidak mengerti bagaimana bisa Bang Tere meramu fiksi ini sehingga terasa nyata.

    Ini novel yang paling hidup dalam ingatan, hati, dan imajinasiku. :')

    Duuh, jadi kangen pengen baca lagi. :')

    BalasHapus
  5. Semoga suatu saat nanti bisa nulis fiksi berkelas seperti Tere Liye ya Uni Fika.
    Aamiin..

    BalasHapus
  6. Baca resensinya aja baper, Mbak. #KodeMauMinjemBuku

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe..
      Bukunya tertinggal di Indonesia Audrey 😊.
      Dulu lupa dibawa kesini.
      Mau beli lg juga susah cr buku best seller Indonesia disini.

      Hapus
  7. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tugas Mind map dan Outline (Ide 1)

Masih Rajin Menulis Diary? Kenapa Tidak!

Cincin Untuk Dilla (Bag 6)