Berlian Itu Bernama Syukur

" Kak Jagung Kak, 1 dua ringgit."

                                    ***

Pukul tiga sore, sudah saatnya aku pulang kerja shift pagi. Seperti biasa waktu pulang kerja adalah waktu yang paling kutunggu-tunggu, selalu ada semangat ekstra untuk bergegas pulang ke hostel /asrama pekerja. (Hahaha sebagai pekerja yang optimis seharusnya waktu berangkat kerja lebih semangat dibandingkan waktu pulang kerja kan? Huhu yang ini jangan dicontoh ya, tidak baik, sangat tidak sesuai dengan konsep do what you love / love what you do. Please jangan tiru adegan ini. Berbahaya. #Eh ?)

Bukan saya tidak mencintai pekerjaan ini, bukan. Saya sangat bersyukur Allah memberi saya kesempatan bekerja di salah satu perusahaan semiconductor International terbesar yang ada di Melaka ini. (Walaupun hanya sebagai production operator). Hanya saja ketika mendekati jam pulang kerja, sel-sel otak sudah otomatis membayangkan deretan buku-buku yang ingin segera kulahap habis. Bergegas mandi, sholat Ashar, lalu ngODOP sambil ditemani suara murattal Syech Abdurrahman Sudais dari hp saya. Hemh, nyaman sekali suasanya, kadang-kadang sampai tertidur padahal tulisan belum jadi. (Huaa jadi ketahuan kan malesnya #TutupMuka)

Maka, ketika jam menunjukkan tepat pukul tiga sore, saat itu juga organ-organ dalam hati seperti melonjak-lonjak sambil bersorak gembira. Bergegas aku berjalan menuju parkiran bus pekerja. Baru sampai depan pagar kilang (baca : pabrik), suara bocah kecil itu bersahut-sahutan dengan suara pedagang-pedagang yang lain. "Kak, jagung Kak. 1 dua ringgit." Bagai dengung lebah yang mendesing di udara. Ya, begitulah suasana di depan tempat kerjaku kalau jam-jam berangkat atau pulang kerja. Penuh dengan pedagang makanan. Tiga tahun lebih bekerja disini, aku sudah cukup hafal sama deretan pedagang-pedagang ini.
(maksudnya hafal wajah pedagang beserta dagangannya. Kalau namanya belum hafal, karena tak pernah mencoba berkenalan. Takut dikira minta gratisan. Huaaa ^_^).

Suara itu memang asing. Baru sekali terdengar di telingaku sore ini. Dan jelas itu menandakan bahwa ia pedagang baru disini. Ia satu-satunya pedagang berusia anak-anak. Tidak ada meja atau gerobak. Hanya ada sekeranjang jagung rebus yang dijinjingnya.
"Kak, jagung Kak. Dua ringgit, dua ringgit." Di ulang-ulangnya kalimat itu saat aku lewat didepannya tepat. Rasa penasaran yang tinggi membuatku berhenti untuk sekedar melihat. Namun ketika aku menoleh, pandangan mataku dan matanya benar-benar bertemu dalam satu garis lurus. Ada rasa iba yang luar biasa di dalam dada. Ada rasa haru yang menderu dalam kalbu. Kecil saja tubuhnya, kira-kira usianya sekitar 12 sampai 14 tahun. Ingatanku seketika tertuju pada Meisy, adik bungsuku di kampung. Ya, gadis kecil ini sebaya dengan adik bungsuku.

"Adik, ayah dan ibu masih ada? Ayah ibu tahu tak adik berdagang disini? Pagi tadi sekolah? Pulang sekolah langsung kesini? Atau sudah tak sekolah lagi?" Barisan pertanyaan itu hanya tertahan di hati. Tak mampu terucap. Seperti tercekat di tenggorokan. Aku sadar aku tak boleh berlama-lama disini. Aku harus segera menuju parkir bus jika tidak ingin tertinggal bus, karena sebentar lagi bus pekerja akan jalan.

Kuberikan dua lembar uang seringgit. Lalu kuambil 1 plastik jagung rebus di keranjangnya. "Terima kasih kak" ucapnya tersenyum. "Sama-sama" jawabku sambil cepat-cepat melangkah meninggalkannya. Aku takut ia melihat air bening yang sudah berkumpul di kelopak mataku. Tinggal menunggu hitungan detik saja, kumpulan air ini akan jatuh menggenangi pipi. Ah aku tak ingin ia melihatku menangis. Ini bisa membuatnya lemah. Biarkan ia kuat dengan semangatnya. Biarkan ia kuat dengan senyum tulusnya. "Hidup ini memang keras dik, tapi tekad kita, semangat kita harus jauh lebih keras." Bisik hatiku bermonolog sendiri.

Sesampainya di dalam bus. Saat perjalanan menuju hostel, seketika itu juga air mataku tumpah. Rangkaian peristiwa sore ini seperti sebuah takdir yang dikirim Tuhan untuk menampar kesadaranku. Hei, bukankah tadi pagi aku banyak mengeluh? Mengeluh mengapa teman-temanku yang berperilaku 'kurang baik' itu banyak yang sukses sedang aku yang 'selalu berusaha menaati perintahMu' ini tak kunjung bahagia? Mengeluhkan rasa penat, rasa bosan dengan rutinitas hidup yang itu-itu saja. Hingga terasa ingin give up saja.

Dan lihatlah, sore ini DIA menyadarkanku bahwa ada seorang gadis kecil dengan beban hidup yang tak ringan, namun ia senantiasa bersemangat dan tersenyum. Sedang aku? Setiap hari hanya mengeluh dan mengeluh. Padahal diluar sana masih banyak orang-orang yang hidupnya lebih susah dibanding kita, tapi semangatnya tetap membara. Ya, aku harus mempertebal semangatku, dan tentunya rasa syukurku.

Benar, rasa syukur itu ibarat berlian yang tersimpan di hati kita. Yang dengannya hari-hari kita akan tetap bersinar dan ceria. Tak peduli segelap apa pun beban hidup.
Kawan, jika terbersit sedikit saja keinginan untuk mengeluh, periksa hatimu, carilah berlian rasa syukur itu di dalamnya, maka hari-harimu akan bersinar.


Lain syakartum laazidannakum walain kafartum inna adzaabi lasyadid (QS Ibrahim : 7)
“Barangiapa mensyukuri nikmat-Ku, maka akan Ku tambahkan nikmat baginya. Dan barangsiapa kufur terhadap nikmatKu, sesungguhnya adzab-Ku amat pedih.”

#OneDayOnePost
#HariKeSebelas
#KeepWriring

Komentar

  1. Iya harus banyak brsyukur..tulisannya menginspirasi

    BalasHapus
  2. Terima kasih mbak Wiwid.
    Sebenarnya tulisan ini ditulis lebih untuk menasihati diri sendiri.

    BalasHapus
  3. Balasan
    1. Betul mbak Juni. Duh jadi kayak lagunya D Massiv ini, "Jangan Menyerah... " 😄

      Hapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  5. terimakasih mb deasy...memingatkan kembali untuk bersyukur

    BalasHapus
  6. terimakasih mb deasy...memingatkan kembali untuk bersyukur

    BalasHapus
  7. Pesannya baik sekali👍

    Saran Mbak. Judulnya mungkin agak terlalu membeberkan isi. Jadi ketika pertama baca judulnya, saya seperti udah tahu arahnya mau kemana dan langsung lompat ke ending bacanya. Ternyata sama. Salam :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih dah sudi baca mas Urip.
      Masukannya bagus sekali.
      Okey karya selanjutnya nanti akan diperbaiki. 😊

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tugas Mind map dan Outline (Ide 1)

Masih Rajin Menulis Diary? Kenapa Tidak!

Cincin Untuk Dilla (Bag 6)