Bajrangi Bhaijaan : Ketika Ketulusan Meruntuhkan Keegoisan


Dataran pegunungan kashmir yang indah, deretan pohon yang menghijau di sekitar desa Sultanpur, serta beberapa ekor biri-biri yang lucu, adalah hal-hal indah yang mewarnai masa kecil Shahida (Harshaali Malhotra). Pakistan, ya di negara berpenduduk mayoritas muslim inilah gadis kecil itu dilahirkan. Diasuh oleh ayah ibu yang baik, membuat hidupnya semakin bahagia.

Hingga datanglah musibah itu. Suatu petang menjelang maghrib ia hampir terjatuh ke jurang, beruntung takdir masih menginginkannya hidup. Shahida hanya tersangkut di sebuah pohon paling ujung. Benar-benar di tepi jurang. Tapi ada perubahan besar yang terjadi di hidupnya. Mendadak bisu. Ya, mulutnya tak mampu bersuara barang sepatah kata pun. Mengetahui kondisi itu, ayah dan ibunya sangat bersedih. Mereka berusaha mati-matian agar Shahida bisa sembuh dari kebisuannya.

Hingga suatu saat datanglah seorang Ulama' yang menasihati agar Shahida dibawa ke sebuah tempat suci di India. Konon katanya di tempat itu, semua doa-doa akan terkabul. Sudah banyak orang sakit yang dibawa kesana dan mendapat kesembuhan.

Dari segi geografis, pergi ke India memang mudah. Tapi kawan, bagi ayah Shahida yang dulu pernah menjadi tentara Pakistan, mendapatkan pasport Amerika tentu lebih mudah dibandingkan mendapatkan paspor India. Hubungan diplomatik kedua negara tersebut sedang memburuk. Maka, setelah berunding mereka memutuskan hanya Shahida dan ibunya yang pergi ke India. Menjual beberapa ekor biri-biri kesayangan tentu bukan hal yang diinginkan, tapi itu semua dilakukan ayahnya untuk biaya Shahida dan sang ibu berobat ke India.

Singkat cerita pergilah Shahida dan ibunya ke India dengan menaiki kereta api. Sejauh ini perjalanan cukup lancar, tapi naas tiba-tiba kereta terhenti. Ada sedikit kerusakan yang memerlukan perbaikan, dan kereta harus dihentikan beberapa menit.

Ketika itu malam hari, Ibu Shahida sudah terlelap sambil mendekap Shahida dipangkuannnya. Beberapa penumpang kereta yang lain pun sudap mulai terbang ke alam mimpi. Tapi tidak dengan Shahida, matanya susah diajak tidur. Gadis berusia enam tahun itu mengitarkan pandangan ke luar jendela. Pemandangan yang indah, angin sepoi-sepoi menerbangkan ujung jilbabnya.

Dan hei tiba-tiba pandangan matanya terhenti pada beberapa ekor biri-biri yang sedang bergerombol. Ia memandangnya tersenyum. Betapa ia sangat rindu pada biri-birinya di rumah. Tiba-tiba ia melihat ada seekor anak biri-biri yang terpisah dari induknya. Tersentuhlah hatinya. Rasa iba menjalari sanubari gadis imut itu. "Ah kereta masih berhenti, tidak ada salahnya aku menolong anak biri-biri itu bukan?" Matanya berbinar, seperti menemukan ide cemerlang. Dibukanya dekapan tangan sang ibu. Pelan-pelan ia turun dari kereta. Berlari ia menghampiri biri-biri itu.

Malang tak dapat di tolak untung tak dapat diraih. Ketika ia telah berhasil menyatukan anak biri-biri itu dengan 'keluarganya' tiba-tiba kereta berjalan. Aduh bagaimanalah ini? Dia bisu. Tak banyak yang mampu dilakukan. Melambai-lambaikan tangan ke atas berharap ibunya melihat, berlari mengejar kereta api tersebut. Gagal, semua usaha gadis enam tahun tersebut tak membuahkan hasil. Kereta semakin laju meninggalkannya seorang diri. Ya, hanya seorang diri.

Bayangkan kawan, gadis kecil berusia enam tahun, bisu, tertinggal seorang diri di negara orang. Tanpa visa, tanpa pasport, tanpa identitas apapun. Inilah yang menjadi puncak konflik film hindustan yang disutradarai oleh Kabir Khan tersebut.

Takdir memang sungguh berbaik hati, Shahida akhirnya ditemukan oleh Pawan (Salman Khan) seorang beragama Hindu, pemuja Dewa Hanuman. Seorang yang benar-benar menghiasi hidupnya dengan kejujuran.

Menjadi orang jujur tidak selalu menawarkan jalan hidup yang mulus. Pawan yang tinggal di belakang rumah Rasika(Kareena Kapoor)-calon istrinya, mendapat penolakan dari ayah Rasika (Sharat Saxena) ketika dia membawa pulang Shahida yang kemudian dipanggilnya 'Munni' (karena gadis bisu itu tidak dapat menyebutkan namanya, maka Pawan memberinya nama Munni). Ayah Rasika menyuruhnya mengantarkan Munni ke rumah orang tuanya. Disinilah konflik demi konflik bermunculan. Bagaimana bisa tahu dimana rumah orang tua Munni? Gadis enam tahun itu bisu bukan?

Masalah yang lain muncul lagi ketika akhirnya semua  tahu bahwa Munni adalah seorang Pakistan. Ayah Rasika(dan juga sebagian besar penduduk India)yang benci dengan orang Pakistan, memaksa Pawan memulangkan Munni secepatnya.

Berbagai usaha telah dilakukan, dari mulai membawa Munni ke kedutaan Pakistan di India, sampai membawanya ke agen travel rumahan, tapi nihil semua usahanya tak membuahkan hasil.

Maka, ketika keadaan sudah semakin 'panas' ia mengambil sebuah keputusan yang orang lain menyebutnya 'keputusan bodoh'. Bayangkan? mengambil semua tabungannya untuk biaya mengantar Munni ke Pakistan, padahal tabungan itu rencananya akan digunakan untuk membeli rumah. Jika ia tak mampu membeli rumah, bukankah pernikahannya dengan Rasika batal?

Disinilah penonton disuguhkan kisah ketulusan hati di tengah hingar bingar dunia yang mementingkan keegoisan semata.

"Saya tidak tahu, apakah anda terlalu baik atau terlalu bodoh" begitu komentar orang-orang saat tahu Pawan berkeinginan untuk mengantar Munni sendiri ke Pakistan. Tanpa visa, tanpa dokumen resmi apapun. (Saat itu terjadi konflik hebat antara dua negara, sehingga untuk sementara waktu kedutaan Pakistan di India tidak mengeluarkan Pasport untuk tujuan Pakistan)

Maka mulailah misi perjuangannya dilakukan. Dari mulai adegan merangkak dibawah perbatasan India-Pakistan, hingga strategi berkejar-kejaran dengan Polisi Pakistan.

Orang baik akan selalu dipertemukan dengan orang baik pula. Mungkin kalimat itu sesuai untuk perjuangan Pawan dan Munni. Lewat peristiwa yang tak disengaja, mereka akhirnya bertemu dengan Chan Nawab (Nawazuddin Siddiqui) seorang reporter berita TV Pakistan.
Dari sinilah akhirnya terbuka 'jalan' pulang untuk gadis bisu tersebut.

Menangis dan tertawa dalam waktu yang hampir bersamaan. Ya, itu yang kualami saat melihat film berdurasi 159 menit ini. Film ini benar-benar menyentuh sisi kemanusiaan kita. Bagi saya pribadi 'Bajrangi Bhaijaan' adalah film bollywood ke dua yang paling inspiring setelah '3 idiots'.

Betapa akhirnya ketulusan dan kejujuran berhasil meruntuhkan tembok keegoisan. Karena pada akhir cerita dikisahkan rakyat kedua negara sudah saling berdamai dan bersimpati. Benar-benar recomended untuk kalian yang haus akan kisah 'cinta' yang tak biasa.

Gambar by : google image



#OneDayOnePost
#HariKeEmpatBelas
#KeepWriting

Komentar

  1. sudah lama nggak nonton film india. di TV sekalipun :(
    harus coba beli cd-nya nih....

    BalasHapus
  2. Oke mbak Elsa, recomended banget deh 👍.
    ( Jiahaha.. promosi, padahal gak dapat apa-apa juga 😄)

    BalasHapus
  3. Sdh nonton mba... Memang bagus filmnya.. Keren

    BalasHapus
  4. Wah perlu ditonton nih mb klo recommended ke 2 setelah 3 idiots. Tmbah deh list menonton

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak Wiwid.
      Kalau 3 idiots lebih mengarah ke tema pendidikannya, kalau film ini lebih Universal kayaknya.

      Hapus
    2. Iya mbak Wiwid.
      Kalau 3 idiots lebih mengarah ke tema pendidikannya, kalau film ini lebih Universal kayaknya.

      Hapus
  5. kd penasaran pengen nonton...terharu

    BalasHapus
  6. kd penasaran pengen nonton...terharu

    BalasHapus
  7. Aku juga pernah nonton film itu mba Deasy, tapi cuma kebagian dari tengah, walau gitu emang bikin terharu, apalagi saat Munni bertemu ibunya, aaa terhuraa banget...

    Jadi pengen nonton lagi...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tugas Mind map dan Outline (Ide 1)

Masih Rajin Menulis Diary? Kenapa Tidak!

Cincin Untuk Dilla (Bag 6)