Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2016

Keajaiban Cinta-NYA

Gambar
Cinta dalam diam? Apa hanya ada dalam dongeng? Dalam kisah-kisah yang diceritakan ibunda menjelang tidur? Tidak. Sungguh tidak. Lima tahun lepas waktu masih aktif liqo' , seorang murobbiku di Jombang pernah bercerita tentang kisah cinta yang paling romantis. Kisah cinta siapakah gerangan? Romeo-Juliet? Rose & Jack dalam film Titanic itu? Oh bukan. Mungkin benar kisah cinta mereka abadi sehidup semati. Tapi, ada kisah cinta lain yang lebih indah, abadi sehidup sesurga. Adalah Ali bin Abi Thalib, sahabat Rasulullah SAW yang diam-diam terpesona pada pribadi Fatimah Az-Zahra putri sang Nabi. Setiap hari Ali menyaksikan sendiri, betapa paras rupawan Fatimah sungguh berbanding lurus dengan akhlaqnya. Gesit dan tangkas mengerjakan pekerjaan rumah, penyayang, lemah lembut, dan sangat menghormati ayahnya, Muhammad SAW. Semakin hari perasaan Ali semakin tumbuh. Disimpannya dalam diam getar-getar cinta yang menggelora di dada. Hanya kepada-NYA Ali mengadukan segala rasa yang ada. Hingga

Wajahmu Dalam Bingkai Doaku

    Subuh itu... Hawa dingin pekat menusuk tulang. Bergetar. Menggigil. Sakit? Tidak!!! Hatinya jauh lebih sakit. Dipeluknya erat gadis kesayangan. Hingga sesak menyeruak di dada.   Roda empat berplat S membawa sang gadis pergi. Tangannya yang melambai. Matanya yang membasah. Bibirnya yang sibuk merapal doa. Terekam jelas dari balik jendela Avanza.   Dua jam perjalanan. Berteman butiran bening di ujung mata. Sayu yang tak henti mengikuti. Bayang-bayang mereka yang ditinggalkan terus mengintai. Menyisakan pedih yang tak terbaca indera.   Dua jam berlalu. Roda empat itu menurunkan sang gadis. Memaksanya melangkah menuju garbarata. Selanjutnya... Burung besi menerbangkan tubuh mungilnya. Mengudara... Pada ketinggian 32 ribu kaki. Satu persatu wajah mereka melintasi. Nihil. Yang ada hanya putih. kanan kiri, awan menari.   Dua jam terlewati (lagi) Sang gadis mendarat di negeri antah berantah. Terpisahkan ribuan kil

What is Javamed?

Gambar
Javamed? Sebuah kata yang cukup asing ditelinga bukan? Okey, jangan cari di kamus manapun ya kawan, karena kemungkinan besar kalian tidak akan menemukan makna kata ini. Javamed adalah akronim yang kami ciptakan sendiri. Berasal dari dua gabungan kata, Java (jawa)  dan med (Medan). Ya, Javamed adalah nama kelompok persahabatan saya dan teman-teman sesama perantau disini. Dari kepanjangannya tentu sudah bisa ditebak dong jika anggota Javamed berasal dari suku Jawa dan Medan. Padahal yang dari Medan cuma satu orang, Hihi 😊. Eh jangan salah, orang medan satu ini cukup pandai bahasa Jawa lho. Karena setiap hari mendengarkan kami berkomunikasi dengan bahasa Jawa. Sayang dia tak pernah mengajarkan kami bahasa Batak. Huft gak adil banget kan 😕 Sebenarnya dulu anggota Javamed ada 8 orang. Mbak Yanti, mbak Erna, Nur, Wati, dan Dewi dari Jawa Tengah. Aku dan mbak Ana dari Jawa timur. Dan hanya ada satu orang dari Medan yaitu Kak Sari. Tapi sekarang hanya tinggal 6 orang, karena mbak Erna dan

Jalan-Jalan ke Pasar Malam? Mengapa Tidak?

Gambar
"Deasy petang nanti kita jalan-jalan ke pasar malam ya". Dulu, kali pertama menginjakkan kaki di Melaka, ketika mendengar ajakan temanku itu otakku langsung membayangkan wahana permainan seperti bianglala, komidi putar, kereta kelinci, odong-odong dan sejenisnya. Tapi sesampainya di tempat tujuan, yang ada di hadapanku adalah hamparan pedagang yang berbaris rapi sepanjang jalan. Dengan lampu-lampu kuning keemasan menyala, yang tergantung di atas dagangan mereka. Dengan iringan suara khas para pedagang yang berteriak-teriak menawarkan dagangan. " 3 barang sepuluh ringggit, 3 barang sepuluh ringgit" "coconut shake 2 ringgit, singgahlah" "mari-mari apam balik, panas-panas" Ya, begitulah suasana pasar malam di Malaysia. Saya termasuk orang yang menganggap spesial momen pasar malam ini. Tiap kali pergi ke pasar malam rasanya seperti mendapat hiburan menarik setelah bosan dan penat seharian bekerja. Pasar malam juga bisa dianggap sebagai pasar rakya

Perpisahan : Kehilangan atau Kenangan ?

Gambar
Experience is the best teacher . Ya, benar sekali, pengalaman adalah guru terbaik dalam hidup. Setiap detik perjalanan hidup yang telah kita lalui selalu memberikan pelajaran berharga bagi orang-orang yang mau memikirkannya. Tantangan ODOP minggu ini adalah tentang pengalaman paling berkesan dalam hidup. Hemh, susah juga sebenarnya kalau saya harus disuruh memilih pengalaman mana yang paling berkesan dalam hidup. Karena semua peristiwa dalam hidup saya selalu berkesan. Setidaknya selalu ada hikmah yang patut diambil sebagai pelajaran, atau kisah-kisah yang menarik untuk dikenang. Tapi tugas tetaplah tugas, harus coba menulis dulu sebelum menyebutkan kata 'susah'. (Hihihi optimis mode on 😊)  Dari kecil saya adalah orang yang takut 'sendiri'. Walaupun sampai saat ini masih sendiri (jiahaha malah pamer kejombloan 😜) Maksudnya saya suka kebersamaan, dan paling anti dengan kata perpisahan. Tapi, Tuhan menciptakan kehidupan di dunia ini serba lengkap. Saling berpasang-pa

Otodidak, Seni Mengutak-atik Otak

Teman-teman pernah nyoba buat kue brownies? Itu lho Cake coklat yang digemari oleh semua kalangan. Ada satu teman yang bercerita sama saya bahwa dia dulu suka nyoba buat kue brownies. “kayaknya emang harus nyoba buat sendiri nih, kalau beli gak puas, 10 ringgit cuma dapat segini saja.” katanya sambil menunjukkan segenggam tangannya. Maka, mulailah ia mencoba, browsing resep dan cara-caranya di google, membeli bahan, dan peralatan, dan jadilah kue brownies pertamanya. Apakah rasanya sama seperti kue brownies yang biasa dijual di bakery kesukaannya ? Tidak ! Apakah ia sedih ? Tentu sebagai manusia kan. Lalu, apakah ia menyerah ? Tidak ! Kawan saya tadi terus mencoba lagi dan lagi. Browsing video cara pembuatan brownies di You Tube. Melihatnya berkali-kali, Mencobanya berkali-kali. Fokus, ya itu kuncinya. Saat libur kerja, saat sebaian besar teman-teman memilih untuk jalan-jalan, shopping , atau tidur lebih lama (ha, yang ini aku banget kalau lagi liburan 😄), ia memilih untuk fokus be

Bajrangi Bhaijaan : Ketika Ketulusan Meruntuhkan Keegoisan

Gambar
Dataran pegunungan kashmir yang indah, deretan pohon yang menghijau di sekitar desa Sultanpur, serta beberapa ekor biri-biri yang lucu, adalah hal-hal indah yang mewarnai masa kecil Shahida (Harshaali Malhotra). Pakistan, ya di negara berpenduduk mayoritas muslim inilah gadis kecil itu dilahirkan. Diasuh oleh ayah ibu yang baik, membuat hidupnya semakin bahagia. Hingga datanglah musibah itu. Suatu petang menjelang maghrib ia hampir terjatuh ke jurang, beruntung takdir masih menginginkannya hidup. Shahida hanya tersangkut di sebuah pohon paling ujung. Benar-benar di tepi jurang. Tapi ada perubahan besar yang terjadi di hidupnya. Mendadak bisu. Ya, mulutnya tak mampu bersuara barang sepatah kata pun. Mengetahui kondisi itu, ayah dan ibunya sangat bersedih. Mereka berusaha mati-matian agar Shahida bisa sembuh dari kebisuannya. Hingga suatu saat datanglah seorang Ulama' yang menasihati agar Shahida dibawa ke sebuah tempat suci di India. Konon katanya di tempat itu, semua doa-doa a

Bidadari, Apakah Selalu Cantik?

Gambar
Buku lama adalah buku baru bagi mereka yang belum membacanya.(Samuel Butler). Ya, ini bukan novel keluaran terbaru. Novel best seller ini mulai cetakan pertama pada tahun 2008. Tapi saya baru berkesempatan membacanya pada akhir 2011. Karena tugas ODOP minggu ini adalah tentang buku terbaik yang pernah kita baca, maka saya sangat antusias mengupas sedikit tentang novel ini. Benar, ada banyak buku keren dan luar biasa yang telah saya baca. Tapi, jika kalian bertanya novel apa yang paling mengispirasi hidupmu? maka saya akan meletakkan novel ini pada urutan teratas. Bidadari-Bidadari Surga. Apa yang ada di pikiran kalian ketika membaca judulnya? Kisah cinta islami? Seorang gadis sholeha? Cantik, santun, anggun, dan membesar di lingkungan pesantren? Seperti kebanyakan novel romance religi yang lain? Itu adalah gambaran saya saat membaca judul novel ini. Tapi kawan, ternyata semua bayangan saya tentang novel ini salah besar. Novel ini berhasil membahas kecantikan dari sudut pandang yan

Pada-Mu

Gambar
Padamu langit fajar. Sesaat sebelum matahari berpijar. Saat cahaya menghorison pada garis cakrawala. Ketika asa dan cita mengudara. Kupandang dunia dengan semangat membara. Kutitipkan satu doa. Rabbana aatinaa fiddunya hasanah. (Ya Rabb berilah aku kebaikan di dunia) Padamu langit senja. Sesaat setelah matahari sirna. Pertemuan terang dan gelap alam raya. Orange, jingga, mempesona. Hingga kusadar, dunia tak selalu indah. Penuh tipu daya dan fana. Maka, kubisikkan doa berikutnya. Wafil aakhiroti hasanah. (Dan berilah aku kebaikan di akhirat) Padamu langit malam. Ketika matahari sempurna tenggelam. Saat gelap mendekap semesta alam. Bintang gemintang membentuk formasi. Sang rembulan pun menghiasi. Kuhembuskan doa pamungkas. Wakina adza bannaar (Serta jauhkanlah aku dari api neraka-MU) Pada-Mu wahai Sang Pemilik Langit. Dari fajar, senja, hingga malam hari. Begitulah waktu bertransformasi. Hingga sampailah kita pada negeri abadi. Pada-Mu wahai Sang Pemilik

Berlian Itu Bernama Syukur

" Kak Jagung Kak, 1 dua ringgit ."                                     *** Pukul tiga sore, sudah saatnya aku pulang kerja shift pagi. Seperti biasa waktu pulang kerja adalah waktu yang paling kutunggu-tunggu, selalu ada semangat ekstra untuk bergegas pulang ke hostel /asrama pekerja. (Hahaha sebagai pekerja yang optimis seharusnya waktu berangkat kerja lebih semangat dibandingkan waktu pulang kerja kan? Huhu yang ini jangan dicontoh ya, tidak baik, sangat tidak sesuai dengan konsep do what you love / love what you do . Please jangan tiru adegan ini. Berbahaya. #Eh ?) Bukan saya tidak mencintai pekerjaan ini, bukan. Saya sangat bersyukur Allah memberi saya kesempatan bekerja di salah satu perusahaan semiconductor International terbesar yang ada di Melaka ini. (Walaupun hanya sebagai production operator). Hanya saja ketika mendekati jam pulang kerja, sel-sel otak sudah otomatis membayangkan deretan buku-buku yang ingin segera kulahap habis. Bergegas mandi, sholat Ashar,

Jarak, Rindu, dan Kamu.

"Menghapus jarak dengan karya. Aku membaca karyamu. Begitu pun sebaliknya (kamu membaca karyaku). Mengungkap rindu dengan aksara. Ya, kita tidak perlu berkomunikasi. Biarkan hati kita menerjemahkan sendiri makna tersirat dari karya-karya kita." Aku mengangguk pelan. Bersetuju atas pendapatmu. Telah berbelas bulan kita tak berkomunikasi. Jarak, ya itu salah satu penyebab utama. Tapi, kata-kata mu tak selalu sesuai untuk diaplikasikan pada kondisi kita saat ini. Menghapus jarak dengan karya? Ah aku mulai ragu atas kebenaran kata-katamu. Berapa lama kita bisa berkarya? Mungkin sehari, dua hari atau seumur hidup. Ya, benar ada orang yang seumur hidunya selalu berkarya. (Berkarya disini maksudnya adalah berprofesi / mempunyai pekerjaan) Tapi, berapa lama kita bisa bertahan dengan kondisi ini? Manusia adalah mahkluk dengan kemampuan serba terbatas. Sedang yang kemampuannya tak terbatas adalah Sang Maha Pencipta mahkluk itu sendiri. Lalu, jika ada keadaan darurat yang membuat

Mengejar Cahaya (Part 3 - End)

Lanjutan Part 2. Jiwaku diliputi dilema. Mengapa saat aku memutuskan mengikhlaskan, saat itu juga jalan untuk menemukanmu mulai sedikit terbuka? Apa aku harus putar balik ke pilihan pertama? Memperjuangkanmu? Sebuah kemungkinan yang tak pernah terlintas di pikiranku. Aku mendapat informasi tentangmu lengkap dari Bu Prapti. Ternyata Nur adalah anak sulung bu Prapti yang sedang kuliah di sebuah PTN di kota ini. Dulu ia rutin membantu Bu Prapti di sini. Part time, kuliah sambil jadi karyawati di kantin ini. Bukan sengaja ia menghilang begitu saja. Empat bulan lalu, kali pertama aku mendengar suara lembutnya memperkenalkan diri, saat itu juga adalah hari terakhir ia bekerja disini. Sebab setelah itu ia harus KKN  ke luar kota, dan ada beberapa kegiatan sosial yang harus di urusnya di kota seberang. Betul kata mas Rahmat, "saat kita mendekatkan diri kepada Sang Maha Pemilik Cinta, maka DIA akan membantu mendekatkan orang yang kita cinta." Ah aku sungguh kagum dengan cara kerj

Mengejar Cahaya (Part 2)

Lanjutan Part 1 Lalu pada hari ke sepuluh hingga hari ini , hari ke empat belas. sosokmu seperti menghilang ditelan bumi. Kemanakah kamu? Siapa kamu sebenarnya? Inginku tetap berdiri disini, menunggu hingga sosokmu datang. Tapi apalah daya, beberapa pekerjaan harian perawat telah menunggu untuk ku selesaikan. Bagiku ini bukan kehilangan biasa. Mungkinkah kita merasa kehilangan sesuatu yang belum sempat kita miliki ? Ah tidak kalian tidak perlu menjawab kalimat retorik ini, karena kalian hanya membaca, bukan merasakannya. Pikiranku kusut. Sholatku jauh dari kata khusyu'. Nur, ku pikir kau lah cahaya yang dikirim Tuhan untukku. Tapi aku sedikit ragu. Mungkinkah seberkas cahaya justru membuat hatiku makin resah? Atau sebegitu hitamkah hatiku hingga cahaya tak sudi untuk membagi sinarnya? Jika dihitung dari hari pertama kita berjumpa, tiga bulan sudah waktu menyeret kita pada kesibukan masing-masing. Ah lagi-lagi aku terlalu percaya diri. Dari mana aku tahu kesibukanmu? Sampai saa

Mengejar Cahaya (Part 1)

Bukan tentang hatimu yang kurasa  kian menjauh. Bukan tentang sosokmu yang tak lagi mampu ku pandang. Dan bukan pula tentang perubahan sikapmu padaku. Ini tentang aku. Aku lelaki, pantang menangis. Metode cerita dari hati ke hati atau yang biasa kalian sebut curhat pun aku tak terbiasa. Kau tahu sejak ketiadaanmu, aku punya rutinitas baru. Rutinitas macam apa itu ? Ya, setiap jam shalat Dhuha dimulai, aku berdiri di disini. Memandang lurus pintu musholla perempuan itu. Berharap kamu keluar dengan senyum malu-malu dan berjalan pelan memandang ke bawah. Bagai sinar matahari tepat pukul dua belas siang. Silau. Sungguh pesonamu menyilaukan hatiku. Ada sesuatu yang bergetar hebat dalam hati. Kalau kalian menyebutnya getaran cinta, aku tak tahu harus setuju atau tidak. Sebab, dua puluh dua tahun aku hidup, belum pernah aku merasakan Jatuh cinta pada pandangan pertama. Tiga puluh menit sudah aku mematung disini, berbagai jenis manusia telah puluhan kali berlalu-lalang. Dari mulai dokter,

Menulislah, maka dunia akan mengenalmu.

Gambar
Sebenarnya saya adalah orang yang introvert. Ya, bisa dibilang seorang pemalu, walaupun lebih sering malu-maluin. Bagi saya pribadi tantangan ODOP minggu ke dua ini lumayan berat. Tapi karena saya sudah bertekad akan tetap bertahan di ODOP, maka mau tidak mau harus tetap memenuhi tantangan itu dong. Tantangan minggu ke dua adalah membuat tulisan tentang diri sendiri. Okey guys, Lets me introduce my self. Terlahir ke dunia 23 tahun yang lalu dengan nama Deasy Windayanti di sebuah Kabupaten yang terletak di bagian tengah Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Jombang. Ya, disanalah Takdir hidupku dimulai. Karena orang Indonesia terbiasa memanggil nama depan kita, maka dipanggillah aku dengan nama "Deasy". Ternyata oh ternyata, tetangga sebelah kiri rumahku pun mempunyai anak yang bernama Desy, jadi mulailah Bapak, ibu, dan adik-adikku memanggilku dengan sebutan "mbak Winda". Sejak itu orang-orang di desaku mengenalku dengan nama Winda. Tapi ketika aku mulai masuk SD guru-

Apa Kabar Jumatku ?

Setelah mengambil nasi lengkap dengan lauk-pauk, serta air mineral aku bergegas menuju kasir untuk membayar makananku. Suasana kantin siang ini cukup lengang. Hanya ada 3 orang yang antri di kasir. Aku berada di urutan ke dua. Didepanku seorang ibu-ibu paruh baya,  di belakangku seorang lelaki muda berperawakan tinggi. Ibu didepan sudah membayar nasinya. Ia bergeser ke tepi memberiku giliran untuk membayar. Eh kenapa ibu ini tetap berdiri disampingku? apa yang ditunggu? Aku menerka dalam hati. "5 ringgit 30 sen" suara penjaga kasir membuyarkan terkaan hatiku. Belum sempat aku membuka dompet, tangan ibu itu menepis tanganku lembut. Bibirnya menyunggingkan senyum manis. "Tak pe nak mak cik bayarkan sekali" tangannya mengulurkan uang 10 ringgit pada abang penjaga kasir. Siapa orang ini? Aku tak mengenalnya sama sekali. Bertemu pun tidak pernah. " jangan mak cik saya segan lah " ucapku sopan. " tak ape dik tak baik tolak rezeki, ini hari Jumat, hari y

Jombang, Ada Rindu di Setiap Sudutnya.

Gambar
Teman-teman tentu tahu KH Abdurrahman Wahid kan? Presiden RI ke 4 yang akrab disapa Gus Dur. Tahu juga kan sama budayawan Emha Ainun Najib yang sering dipanggil cak Nun? Atau sama tokoh intelektual islam Cak Nur yang memiliki nama asli Nurcholis Madjid? Seniman Cucuk Espe? Pahlawan Nasional KH Hasyim Asy’ari dan KH Wahid Hasyim? Ya, mereka adalah beberapa tokoh terkenal Indonesia yang dilahirkan di kabupaten jombang. Sebuah Kabupaten yang terletak di bagian tengah provinsi Jawa Timur. Dengan moto Jombang Beriman (Bersih, Indah, dan Nyaman) Jombang juga dikenal dengan sebutan kota Santri. Karena banyak Pondok Pesantren terkenal disini, seperti PP Tebuireng, PP Darul Ulum (Rejoso),  PP mambaul Maarif (Denanyar), PP Bahrul Ulum (Tambak Beras). Bagiku, berbicara tentang Jombang seperti berbicara tentang diri sendiri. 19 tahun aku ‘membesar’ di kota ini, sebelum harus merantau di negeri seberang. Masa kanak-kanak dan remaja yang ceria kuhabiskan disana. Mendengar kalian menyebut kata

Cinta Lelaki Pendiam.

Gambar
Sorot mata yang meneduhkan menandakan bahwa ia lelaki penyayang. Tubuh kurus, dengan kulit hitam terbakar matahari menunjukkan betapa berliku jalan hidup yang telah ditempuh. Tapi percayalah kawan, hatinya sungguh putih. Seputih doa - doa rahasianya. Doa rahasia? Doa macam apa itu? Ya rahasia, ia melangitkan doa-doanya dalam senyap. Tidak ingin orang lain tahu. Cukup Malaikat dan Yang Maha Mendengar saja yang tahu. Begitu juga dengan harapan-harapan tulusnya. Cukup Yang Maha Menggenggam Harapan saja yang tahu. Tidak pernah ia mengungkapkan harapan - harapan itu kepada anak dan istrinya. Mungkin ia takut anak dan istrinya merasa terbebani. Tak pernah ia mengatakan bahwa ia berharap aku bisa jadi ini dan itu. Tapi aku sudah terlanjur mampu membaca hatinya. Sebagai anak sulung, aku cukup peka memahami harapan-harapannya. Dia Tak banyak bicara, tapi sekali bicara sudah cukup membuat kami segan (dulu aku takut, tapi setelah kupikir balik, mengapa harus takut? bukankah dia bapakku? La