Mengejar Cahaya (Part 1)

Bukan tentang hatimu yang kurasa  kian menjauh. Bukan tentang sosokmu yang tak lagi mampu ku pandang. Dan bukan pula tentang perubahan sikapmu padaku.
Ini tentang aku. Aku lelaki, pantang menangis. Metode cerita dari hati ke hati atau yang biasa kalian sebut curhat pun aku tak terbiasa.

Kau tahu sejak ketiadaanmu, aku punya rutinitas baru. Rutinitas macam apa itu ? Ya, setiap jam shalat Dhuha dimulai, aku berdiri di disini. Memandang lurus pintu musholla perempuan itu. Berharap kamu keluar dengan senyum malu-malu dan berjalan pelan memandang ke bawah. Bagai sinar matahari tepat pukul dua belas siang. Silau. Sungguh pesonamu menyilaukan hatiku. Ada sesuatu yang bergetar hebat dalam hati. Kalau kalian menyebutnya getaran cinta, aku tak tahu harus setuju atau tidak. Sebab, dua puluh dua tahun aku hidup, belum pernah aku merasakan Jatuh cinta pada pandangan pertama.

Tiga puluh menit sudah aku mematung disini, berbagai jenis manusia telah puluhan kali berlalu-lalang. Dari mulai dokter, perawat, petugas pengantar makanan pasien, penjenguk pasien, hingga cleaning service penyapu lantai yang mulai memandangku curiga. Tapi, tak juga kutemukan sosokmu. Gadis berjilbab dengan lesung pipit sebagai peneman senyumnya. Gadis? Ah begitu yakinkah aku jika kau belum bersuami? Sedangkan identitasmu tak banyak ku tahu selain hanya nama panggilan mu saja "panggil saja saya Nur". Ucapmu malu-malu menjawab pertanyaanku. Bagaimana jika ternyata kau sudah berstatus istri orang? Atau ibu muda dengan dua balita lucu-lucu? Ah berpikir tentang  kemungkinan-kemungkinan 'gila' ini membuat selera makanku musnah tak berbekas.

Delapan hari kita bertemu dalam senyum dan pandangan bisu. Tanpa kata. Tepat pada hari ke sembilan aku memberanikan diri untuk memperkenalkan diri dan sekedar bertanya identitasmu. Tak banyak informasi yang kudapat. Karena kau seperti terburu-buru mempercepat langkah kakimu meninggalkan bangunan musholla Rumah Sakit ini. Hanya nama singkatmu "Nur",dan salam penutup pertemuan yang terucap dari bibir mungilmu. Hemh, tahukah kau ? Pagi sebelum pertemuan itu, di atas motor tua ku, sepanjang perjalanan dari rumahku ke Rumah Sakit ini aku menghafal beberapa  skenario bagaimana cara bertanya terbaik di hadapanmu. Bagaimana agar kau terkesan dengan percakapan pertama kita. Tapi semua hafalan ku itu seakan sia-sia. Tak sebanding dengan responmu. Entahlah bagaimana harus mendeskripsikannya. Yang kutahu saat itu kau cukup pendiam dan pemalu.

Hari ke sepuluh. Mungkin benar kata orang. Cinta bisa memberi kita energi ekstra. Aku masih ingat saat itu tubuhku demam karena sehari sebelumnya aku bertarung dengan hujan sepanjang perjalanan pulang dari rumah sakit ke rumahku. Melihat wajahku yang agak pucat, ibu menasehati agar aku istirahat saja di rumah. Bagaimana mungkin aku melewatkan pertemuan ke sepuluh ini, sedangkan baru kemarin (hari ke sembilan) kita berbincang untuk kali pertama dengan jarak pandang yang cukup dekat. Sayang, perbincangan itu hanya berlangsung selama lima menit. Lima menit itu, menjadi lima menit terindah sepanjang hari itu. Ah berpikir tentang sosokmu aku jadi bersemangat untuk tetap datang ke Rumah Sakit. Maafkan aku ibu, aku telah mengabaikan nasehat ibu agar beristirahat saja di rumah.

Oh iya kawan, aku adalah seorang mahasiswa keperawatan  semester lima  yang sedang praktikum di sebuah Rumah Sakit swasta kota ini. Sedangkan kamu? Aku tak tahu apa profesimu selama sembilan hari di Rumah Sakit ini. Dokter muda? Aku rasa bukan. Perawat? Apoteker? Analis medis? Tapi dari baju yang kamu kenakan sepertinya tidak menunjukkan bahwa kamu adalah salah satu dari beberapa profesi yang kusebutkan tadi. Atau kamu adalah salah satu keluarga pasien yang sedang di rawat di pavilyun Mawar ini? Tapi mengapa selama bertugas dari kamar pasien ke kamar pasien yang lain tak sekalipun aku melihat sosokmu? Ya, hanya disini, di depan musholla  ini, (saat jam sholat dhuha) takdir mempertemukan kita selama sembilan hari. Lalu pada hari ke sepuluh hingga hari ini , hari ke empat belas. sosokmu seperti menghilang ditelan bumi. Kemanakah kamu? Siapa kamu sebenarnya?

*Bersambung ...

#OneDayOnePost
#HariKeTujuh.
#KeepWriting.

Komentar

  1. Ide cahayanya samaan sama Gilang. Sehatiii...hehehe

    BalasHapus
  2. Wah iya, baru tahu jg pas Blog Walking ke rumah maya nya bang Gilang td.
    Tapi ini postingnya udah dr kemaren lho.

    Baru laporan hr ni karena kemarin WA agak sedikit prob. (Jd bkn plagiat ide nya Bang Gilang ya 😄.)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tugas Mind map dan Outline (Ide 1)

Masih Rajin Menulis Diary? Kenapa Tidak!

Cincin Untuk Dilla (Bag 6)