Hanya Tentang Selera


Sejak memutuskan merantau ke Malaysia aku merasa agak sedikit ketinggalan tentang film-film yang lagi booming di Indonesia. Maksudnya film produksi tanah air, bukan film import. Karena bioskop di Malaysia hanya memutar film lokal (film produksi Malaysia) dan film yang masuk dalam jajaran film Internasional.

Dulu tahun 2013 saat 5 cm baru dirilis,  sedih sekali rasanya tidak berkesempatan nonton di bioskop. Beberapa teman memposting foto tiketnya ke media sosial, beberapa lagi bahkan mengulas review film itu secara lengkap. "Rugi kamu gak nonton Deasy, film ini bisa nambah rasa nasionalisme loh," ungkap seorang teman berapi-api.

Apa yang bisa kulakukan? Tidak ada, selain sabar menunggu filmnya keluar di YouTube. Pasif banget kan? Hal yang sama juga terjadi pada film yang berasal dari novel yang sudah kubaca. Seperti Assalamualaikum Beijing (Asma Nadia), Surga Yang Tak Dirindukan (Asma Nadia), Pesantren Impian (Asma Nadia), 99 Cahaya di Langit Eropa (Hanum Salsabila Rais) Bulan Terbelah di Langit Amerika (Hanum Salsabila Rais), Ketika Mas Gagah Pergi (Helvy Tiana Rosa) 9 Summers 10 Autumn (Iwan Setyawan).

Saya sangat antusias ketika mendengar novel-novel itu difilmkan. Betapa tidak? Setelah kita menamatkan sebuah novel, tentu dalam benak kita sudah tervisualisasi bagaimana si tokoh menjalani aktingnya, bagaimana setting tempatnya, bagaimana alurnya, juga tentang kekuatan ending ceritanya. Intinya kita sudah menjadi sutradara film versi kita sendiri based on novel yang telah kita baca tadi.

Maka, ketika mendengar bahwa novel yang telah kita baca itu akan di filmkan, pasti kita penasaran apakah akan sama dengan film yang telah kita buat dalam imajinasi kita saat membacanya? Ataukah akan berbeda? Jika berbeda, dimana letak perbedaannya?

Begitu juga dengan saya. Saat mendengar novel-novel itu difilmkan rasanya ingin segera menghambur berlari ke tanah air (huahaa.. Yang ini asli lebay, mana mungkin bisa berlari semudah itu? Emangnya tiket pesawat bisa ditukar pakai daun? Emangnya urusan pasport dan imigrasi bisa tuntas dalam sehari? Hiks, pulang kampung mah ribet ngurusnya 😭.  Huaaa.. malah curhat sembarangan 😄😜)

"Ada film Indonesia yang mau diputar di bioskop Malaysia Deasy" Ungkap seorang teman. "Benarkah? Film apa? Nanti kita nonton sama-sama ya, kalau udah nonton nanti aku mau nulis resensinya. Eh film apa sih? Penasaran nih?" Tanyaku penuh rasa ingin tahu.

"AADC 2," jawab temanku. Ada sedikit rasa kecewa yang menyusup di hati saat mendengar jawabannya. Padahal tadinya saya sudah membayangkan kalau film Indonesia yang diputar di bioskop Malaysia itu adalah Love Sparks In Korea (Asma Nadia) atau Kalam-Kalam Langit (Pipiet Senja).

Harapan saya sepertinya belum terwujud. Ah tidak mengapa, saya turut bangga dengan hadirnya AADC 2 di bioskop Malaysia. Setidaknya ini bisa menjadi lompatan yang baik bagi industri film tanah air agar merambah ke segmen luar negeri. Selanjutnya, semoga semakin banyak film-film Indonesia yang diputar di bioskop Malaysia. Terutama film yang penuh nilai moral dan edukasi. Ya, kita berdoa saja semoga industri perfilman Indonesia semakin maju.

Catatan sederhana ini saya persembahkan kepada teman-teman yang beberapa hari lalu mengajak saya menonton AADC 2 di bioskop Aeon Jusco Melaka. Mohon maaf karena tidak dapat memenuhi ajakannya. Bukan tidak ada rasa nasionalisme, bukan sebab tidak mencintai film Indonesia, tapi ini hanya tentang selera..

Yuk lebih bijak menyikapi perbedaan 😊


#OneDayOnePost

www.expontt.com



Komentar

  1. Mb Deasy saya lebih suka baca novelnya. menurut saya filmnya jauh Dari bukunya. Nggak dapat saya feelnya..jd saya nggak begitu antusias lg ingin nonton film Dr sebuah novel.

    BalasHapus
  2. Kebanyakan memang begitu. Lebih seru novel daripada filmnya. Tapi ya tetep penasaran juga sih sama versi film. :D

    BalasHapus
  3. Saya sepakat dgn mbak wid, sy juga lebih suka baca novelnya, liat filmnya kalau sudah tayang di TV, jauh dari novel, nggak seruu

    BalasHapus
  4. Saya sepakat dgn mbak wid, sy juga lebih suka baca novelnya, liat filmnya kalau sudah tayang di TV, jauh dari novel, nggak seruu

    BalasHapus
  5. Terkadang apa yang diharapkan dari film yang hany berdurasi dua jam tidak cukup untuk merangkum keseluruhan novel

    BalasHapus
  6. Lebih enak baca bukunya daripada nonton filmnya.#edisingeles...hehe

    BalasHapus
  7. Yang Mbak Deasy lakuin itu ... (meheningkan cipta sejenak)

    Jahat! (ini kata si Cinta, lho!)

    Kabur, ah. Wuehehe.

    Sukses selalu, Mbak Deasy.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tugas Mind map dan Outline (Ide 1)

Masih Rajin Menulis Diary? Kenapa Tidak!

Cincin Untuk Dilla (Bag 6)