Kemenangan Hati


4.30 AM waktu Malaysia.
Alarm hp sudah melengking mendendangkan lagu Duhai Pendampingku-Edcoustic. Memecah kesunyian pagi di sudut kota Melaka ini. Juga memecah kesadaranku yang baru muncul pasca tidur kurang nyenyak malam tadi. Refleks tangan ini menekan tombol tunda. Sedetik kemudian alarm hp ku membisu. Dan pemiliknya? Ya tebakan kalian benar. Aku kembali terlelap. Memanjakan rasa malas yang menghantuiku beberapa hari terakhir.

5.15 AM.
"Deasy... bangun.... kau kerja tak? Aduhai makanya setting alarm tu jangan lagu yang slow-slow. Setting lah lagu yang semangat-semangat. Cepat bangun dah pukul 6 nih." Teriakan Kak Ika membuatku panik. Melemparkan guling Rillakuma yang dari tadi kupeluk rapat. Hah untunglah baru 5.15 AM, bukan pukul 6 seperti teriakannya tadi. Hemh, ternyata dia cuma membohongiku. Tak apalah demi kebaikanku juga.

6.05 AM.
"Assholaatu khairum minan naum... Allahuakbar... Allahuakbar.. Laaailaaha illallah..."
Adzan shubuh berkumandang dari masjid dekat asramaku. Memanggil insan-insan istimewa yang berhasil meninggalkan bantal dan selimutnya. Insan-insan yang paham akan keutamaan Shalat Subuh berjamaah di masjid. Insan-insan dambaan Syurga. Hemh semoga aku pun termasuk dalam barisan mereka, walaupun aku hanya Shalat subuh berjamah di Surau Kilang. Iqomah tengah menggema ketika tubuh mungilku sudah duduk manis di atas bus pekerja. Beberapa menit kemudian, kendaraan darat ini melaju membelah jalanan kota Melaka. Mengantarkan para perantau yang siap menjemput rezeki-NYA.

09.00 AM (Kantin Infineon)
" makan roti saja Deasy?" Tanya kak Ana heran sebab ia tahu aku terbiasa sarapan nasi goreng. Aku hanya mengangguk tanpa mengeluarkan suara. "Diet kah?" Masih tetap tak bersuara, kujawab pertanyaan itu dengan gelengan kepala. Mataku terfokus pada layar berukuran 6 inchi yang rapat kugenggam dari tadi. "Kenapa ni? Macam tak ada mood aja?" Ungkapnya lagi. Antara mendengar dan tidak, aku tak begitu menghiraukan pertanyaannya. Ia coba mencuri pandang ponsel yang menjadi pusat perhatianku dari tadi. "Eh main game? Kirain lagi nulis tadi. Gak salah ni? Tumben gak nulis? Biasanya nulis aja sampe orang ajak ngomong pun gak dihiraukan." "Gak papa, lagi malas saja" pungkasku.

01.30 PM (Kantin Infineon, istirahat ke dua)
Sebenarnya selera makanku sudah musnah sejak pagi. Itulah sebabnya kenapa saat sarapan tadi aku hanya menyentuh secuil roti. Tapi, perutku sepertinya tidak sehaluan dengan hati. Rasa lapar yang teramat membuatku melangkah ke kantin yang telah ramai orang ini. Sebenarnya jam istirahat kedua adalah pukul 1 tepat. Karena ini sudah lewat 30 menit jadi hanya menyisakan sedikit kursi kosong. Aku melangkah menuju kedai masakan Melayu. “hah sudah habis? Aduh makan apa ini?” jerit hatiku. Kuhampiri si ibu penjaga kasir. “makcik masak tak banyak ya? kenapa cepat sangat dah habis nih? Perasaan baru terlambat 30 menit dari jam istirahat.” “Banyak juga, nah itulah yang makcik bingung. Kemarin masak banyak, tapi sampai lewat tengah hari masih tersisa banyak. Hari ini pun masak dengan jumlah dan jenis masakan yang sama tapi cepat kali habisnnya. Ah inilah namanya hidup berniaga. Rezeki memang tak dapat kita prediksi. Kalau laris manis macam ini, terkadang bukan soal kualitas, tapi hanya faktor keberuntungan.” jleb. Kalimat terakhir makcik ini seperti menohok ulu hatiku. Hei bukankah ini jawababan atas keresahanku tadi pagi? Jawaban atas masalah yang telah membuatku bad mood sepanjang hari?

Pagi tadi penyakit putus asa tiba-tiba menjangkitiku. Akhir-akhir ini aku aktif mengirimkan karya ke beberapa event. Seperti give away, lomba cipta puisi, ngirim cerpen ke grup #NgajiFiksi, atau kuis-kuis kecil lainnya. Namun tak satu pun berita membahagiakan datang. Semuanya kalah. Apa memang kualitas tulisanku sejelek itu? Atau memang aku gak bakat jadi penulis? Ah tiba-tiba setan pesimis benar-benar telah bergentayangan di hatiku. Dan kini..Pertemuanku dengan makcik ini tentu bukan suatu kebetulan. Tapi salah satu cara lembut-Nya untuk menampar kesadaranku.“Terkadang bukan soal kualitas, tapi hanya faktor keberuntungan. Lihatlah Joni Aria Dinata, sastrawan hebat majalah Horison itu telah 500 kali mengalami penolakan karya sebelum sampai pada titik sukses sekarang. Masih ingat penemu legendaris Thomas Alfa Edison? Yang baru berhasil pada percobaannya yang ke 1000. Bagaimana jadinya jika Edison dulu menyerah pada kegagalannya yang ke 20? Tentu dunia ini masih gulita bukan? Sekarang lihat dirimu, baru dua tiga kali gagal sudah mau menyerah? Apa sebanding dengan mereka?” Suara itu kembali menggema di hati. Juga mendengung di telinga. Kuputuskan untuk pergi ke minimarket kantin ini. Perut yang lapar harus segera ditunaikan haknya. Aku membeli maggy cup ( mie dalam cup, seperti pop mie, dll). Ah lumayan sebagai pengganjal perut. Selera makanku telah kembali. Tak akan kuulangi lagi datang terlambat ke kantin saat makanan telah habis seperti ini.

07.00 PM
Bus pekerja mengantarku pulang ke asrama. Setelah mandi, makan, sholat dll, aku merebahkan tubuh di atas kasur. Kupandang langit-langit kamar. Perlahan pandanganku memudar. Ya, rasa kantuk sudah mula menyerang mata. Kuputuskan untuk tidur saja.

Menutup malam.
Dengan doa seindah pualam.
Juga impan yang terus tergenggam
Tak akan kubiarkan ia tenggelam.
Ya Allah...
Jangan biarkan waktu dan keadaan,
menelan semua mimpi-mimpiku.
Aamiin...

Klik. Kumatikan lampu kamar. “ Bismikallahumma ahya wabismika amuut... “




#OneDayOnePost
#Harike-25

Komentar

  1. mbak desy di infineon Malasya ya
    salah satu perusahaan bonafid nich

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah mbak.. bonafid perusahaannya bukan orangnya. Eh ? Hahaha..

    BalasHapus
  3. Semangat menulis mba deasy . jangan menyerah terhadap rasa malas

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thanks dah berkunjung, semangat jg untuk Bang Gilang 😊

      Hapus
    2. Thanks dah berkunjung, semangat jg untuk Bang Gilang 😊

      Hapus
  4. Kalau loker di Infineon, kasih info ya mbk Deasy

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tugas Mind map dan Outline (Ide 1)

Masih Rajin Menulis Diary? Kenapa Tidak!

Cincin Untuk Dilla (Bag 6)