Buku, Teman Bermainku, Sahabat Setiaku.

Kata orang kalau kita dominan otak kanan, kita akan cenderung mudah menghafal. Dulu sih pernah ikut test abal-abal di sebuah aplikasi android. Dan dari beberapa test itu aku terdeteksi 65% dominan otak kanan. Tapi nyatanya aku tetaplah si pelupa 😄. Buktinya aku tidak ingat sama sekali kalau hari ini adalah hari buku. Beruntunglah kawan fb ku orang-orang hebat semua. (Ciyee.. hiperbolik banget) Kebanyakan para penulis dan calon penulis hebat. Mereka banyak share artikel tentang hari buku. Tiba-tiba jadi tertarik untuk menulis tentang buku.

Berbicara tentang buku, rasanya seperti bercermin pada perjalanan hidupku. Terlahir dari keluarga yang sederhana membuat masa kecilku jauh dari kata teknologi. Waktu SD kawan-kawan sebayaku sebagian besar punya mainan yang cukup canggih pada zaman itu. Seperti nintendo, kotak musik, mobil tamiya, robot yang bisa berjalan sendiri, dll. Karena kondisi ekonomi orang tuaku yang pas-pasan, membeli mainan menjadi prioritas ke sekian yang harus terpenuhi.

Awalnya aku sedih. Biasalah namanya juga anak kecil kan? Cukup manusiawi bukan? Tapi lambat laun akhirnya aku menemukan sendiri mainan baruku. Mainan yang sangat istimewa bagiku. Ya, buku. Sejak kecil benda ini selalu menghiburku dari rasa kesepian. Jangan dibayangkan jenis mainanku itu sekelas majalah bobo atau majalah anak-anak lainnya ya. Tidak kawan, pada zaman itu majalah bobo masih termasuk barang mewah bagi keluargaku. Mainan sehari-hariku adalah buku pelajaran. Ya, LKS yang beli dari sekolah itulah penghiburku kala sepi menyapa diri.

Hampir setiap hari buku menjadi teman bermainku. Kecuali hari minggu. Karena hari minggu biasanya aku betah duduk di depan TV lama-lama. Dulu kan kalau hari minggu beraneka ragam film kartun diputar di berbagai TV swasta pagi sampai siang. Sekarang? Ah no komen deh. Film kartun sepertinya sudah mulai punah. Acara TV kita saat ini sepertinya tidak menyediakan ruang untuk jiwa anak-anak. Kebanyakan berisi acara orang dewasa yang kurang mendidik dan jauh dari nilai-nilai kebaikan.

Kalian menganggapku anak pintar? Cerdas?
Sebenarnya tidak demikian. Ini semua hanya karena kondisi. Awalnya rasa terpaksa kerap menghantuiku. Lama-lama hilang dengan sendirinya. Bahkan aku sangat menikmatinya. Saat membaca buku pelajaran IPA jadi berimajinasi sendiri bagaimana caranya cahaya matahari membantu proses fotosintesis pada tumbuhan, membayangkan susunan planet-planet dari merkurius hingga pluto. Jadi tahu kalau bintang kejora dalam lagu yang sering kunyanyikan itu ternyata memang indah, dialah si planet bercincin, saturnus.

Membaca buku pelajaran PKN jadi merasa terharu dengan nasionalisme para pejuang bangsa terdahulu. Membayangkan bagaimana semangat ibu Fatmawati menjahit dwi warna kemerdekaan Indonesia. Apalagi membaca buku pelajaran Bahasa Indonesia. Ini benar-benar favoritku, karena di dalamnya pasti banyak penggalan cerita dan puisi.

Menginjak usia SMP membaca buku sudah menjadi aktivitas wajib yang tak dapat kutinggalkan. Pernah dinobatkan menjadi pengunjung terajin di perpustakaan SMP. Lalu dapat hadiah kamus Bahasa Inggris karya John M. Echols & Hassan Shadily. Saking bangganya kamus ini kubawa sekolah setiap hari. Ya, setiap hari walaupun tidak ada pelajaran Bahasa Inggris. Walaupun tidak ingin kubaca. Padahal sebenarnya berat banget. Sampai membuat tas ransel murahanku hampir putus. 😭

Di usia ini aku sudah mulai mengenal buku-buku genre lain, seperti novel dan buku motivasi. Dari perkenalan ini, ternyata aku cukup terpikat oleh pesona dua jenis buku itu. Jadilah buku pelajaran sedikit terabaikan. Hanya dibuka menjelang ujian tiba. Kebiasaan ini terus terbawa hingga masuk SMK. (Yang ini jangan dicontoh ya adik-adik, please saya sudah menyesal kok. 😜)

Sekarang Alhamdulillah, Allah sudah memberi kemudahan untuk mencari rezeki sendiri. Kalau ingin beli buku (terutama novel) tidak perlu sungkan minta duit sama ayah ibu. Tinggal beli saja? Tidak juga. Harus tetap menggunakan prinsip ekonomi. Harus dipikir dulu, bermanfaat atau tidak untuk kehidupanku saat ini, terus nggak boleh over budget juga. Hihihi 😁

Waktu packing mau berangkat ke Malaysia 3 tahun silam, sempat berdebat sama ibu. "Berat banget ini mbak Win" kata Ibu sambil mengangkat koperku. "Dua buku ini ditinggal aja deh. Bawa tiga buku aja. Nanti bagasi overload. Kalau overload kan harus bayar biaya bagasi lebih banyak" nasihat ibu. Ku jelaskan padanya baik-baik bahwa lima novel ini penting untukku di perantauan. Susah untuk meninggalkan salah satu di antara mereka. Apalagi harus meniggalkan dua. Akhirnya solusi terbijak adalah mengurangi baju dan jilbab yang terbuat dari jenis kain yang tebal. Jadi deh waktu itu cuma bawa sedikit baju.

Sekarang,  Alhamdulillah jumlah bukuku di perantauan sudah berkali lipat dibanding waktu kali pertama datang kesini dulu. Hampir setiap gajian selalu menyisihkan beberapa ringgit untuk membeli buku. Kalau dapat info tentang book fair rasanya ingin segera menyerbu, padahal kondisi kantong sedang tidak mendukung. Hiks 😭.

Dear readers, itulah sedikit kisah tentang teman bermainku waktu kecil. Dan tetap menjadi sahabat setiaku hingga dewasa kini. Dialah buku, sang jendela dunia.

Foto jadul di Popular Book Store, Melaka.
Sekitar Desember 2013. Hehe numpang narsis 😊. 


#OneDayOnePost

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tugas Mind map dan Outline (Ide 1)

Masih Rajin Menulis Diary? Kenapa Tidak!

Cincin Untuk Dilla (Bag 6)