Perlukah?
"Perlukah?"
Ada begitu banyak rasa yang menyeruak memenuhi kepala perempuan pendiam itu.
Begitu banyak pula yang ingin diungkapkannya. Tentang suasana hatinya. Tentang diskusi terakhirnya dengan laki-laki di seberang pulau. Juga tentang debat-debat kecil yang tak kunjung usai.
Setelah berpikir cukup lama, perempuan itu kembali mengamati layar berukuran 5 inchi dalam genggamannya.
Dengan cepat, jari-jarinya menari menyusun huruf-huruf sebagai pesan singkat. Berkali ia mengetik, berkali pula ia menghapus. Mengetiknya kembali, kemudian membacanya berulang-ulang.
Berpikir sejenak. Menimbang banyak hal. "Perlukah?", bisik hatinya.
Nyaris saja jempol mungilnya menekan tombol send pada sebuah chat aplikasi berwarna hijau di smartphonenya.
Namun, yang terkirim pada kontak laki-laki itu hanyalah dua huruf.
"OK"
*Flashfiction
*Melaka, January 2018.
*Dea Winda
Ada begitu banyak rasa yang menyeruak memenuhi kepala perempuan pendiam itu.
Begitu banyak pula yang ingin diungkapkannya. Tentang suasana hatinya. Tentang diskusi terakhirnya dengan laki-laki di seberang pulau. Juga tentang debat-debat kecil yang tak kunjung usai.
Setelah berpikir cukup lama, perempuan itu kembali mengamati layar berukuran 5 inchi dalam genggamannya.
Dengan cepat, jari-jarinya menari menyusun huruf-huruf sebagai pesan singkat. Berkali ia mengetik, berkali pula ia menghapus. Mengetiknya kembali, kemudian membacanya berulang-ulang.
Berpikir sejenak. Menimbang banyak hal. "Perlukah?", bisik hatinya.
Nyaris saja jempol mungilnya menekan tombol send pada sebuah chat aplikasi berwarna hijau di smartphonenya.
Namun, yang terkirim pada kontak laki-laki itu hanyalah dua huruf.
"OK"
![]() |
Image from : pixabay.com |
*Flashfiction
*Melaka, January 2018.
*Dea Winda
Komentar
Posting Komentar